Apa persisnya yang harus dipelajari dari keberhasilan Korea Selatan menjadi negara industri? Berikut pendapat Ha-Joong Chang yang dikutip dari bukunya Bad Samaritans: The Myth Of Free Trade and The Secret History of Capitalism.
Tahun 1961, delapan tahun setelah perang saudara dengan Korea Utara, pendapatan per kapita Korea Selatan US$82, kurang dari setengahnya dibandingkan dengan pendapatan tahunan orang Ghana di Afrika, US$179.
Betapa miskinnya orang Korea Selatan saat itu. Warganya pun tak memiliki etos kerja untuk maju. Kala itu istilah "jam karet" (ternyata istilah ini bukan dari Indonesia) dipakai untuk menggambarkan betapa warga Korea Selatan tak menghargai waktu.
Ekonomi Korea Selatan saat itu disebut sebagai sumur tampa dasar yang hanya mengandalkan ekspor ikan dan komoditas pertanian lainnya.
Samsung tak lebih dari sebuah perusahaan ekspor sayur dan buah. Bahkan hingga tahun 1970, Samsung hanya mengekspor tekstil dan gula rafinasi.
Lalu tibalah masa dimana Presiden Park Chung-Hee, -- seorang jenderal yang naik ke tampuk kekuasaan dengan kudeta tapi segera bertransformasi menjadi sipil -- menacarkan program industrialisasi. Park memulainya dengan membangun program ambisius industri berat dan kimia pada 1973.
Pabrik baja pertama dan galangan kapal moder dibangun, dan mobil desain lokal diluncurkan. Indusrtri elektronika dan mesin diluncurkan.
Begitu ketatnya Park menjalankan kebijakan industrinya, sampai-samapi dia melarang penggunaan devisa sepeser pun untuk membeli bahan makan, katankalnya cokelat. Semua devisa dipakai untuk membeli mesin-mesindan alat produksi.
Orang Korea Selatan berdasarkan kesaksian Prof Ha-Joon Chan tak bisa merasakan enaknya cokelat, kecuali diberikanoleh tentara Amerika.
Pajak impor barang mewah diberlakukan supertinggi. Barang mewah itu termasuk kue-kue kering buatan luar negeri. Tidak itu saja, Kunjungan keluar negeri juga dilarang ketat tentu saja karena dinilai buang-buang devisa.
Kini, 41 tahun sejak program ambisius itu Korea selatan telah menjadi negara industri dan negara yang paling maju dalam inovasi industrinya.
Sekarang pertanyaanya adalah apakah kunci sukses Korea selatan? Prof Ha-Joon Chan dengan tegas menjawab, "gabungan secara cerdik antara insentif pasar dan campur tangan pemerintah.
Pemerintah Korea Selatan, sambung Ha-Joon Chang, tak menaklukkan pasar sebagaimana negara komunis tapi juga tak meliki keyakinanbuta terhadap liberalisme.
Korea Selatan mengambil jalan "murtad" dari ajaran liberalisme, dan karena dia memilih jalannya snediri itu negara ini justru maju.
Meneurut Ha-Joon Chan, pasar bebas harus dikoreksi denganintervensi pemerintah dan itulah yang dilakukan juga oleh semua negara industri saat ini sebelum mereka menerima pasar bebas secara penuh.
Toyota tak akan menjadi produsen otomotif nomor satu dunia jika pemerintah Jepang, lewat bank sentralnya, tak memberi subsidi kredit.
Nah, apakah Indonesia yang oleh Presiden SBY dalam sambutan pembukaannya pada 'presidential lecture' (Kamis, 19/5), mengatakan dengan tegas tak menganut neoliberalisme bisa mengambil jalan Korea Selatan?
Guru Besar Ekonomi Universitas Cambridge Prof. Ha-Joon Chang. memberikan kuliah dengan tema “Indonesia Toward An Emerging Economy: Lessons from Korea and Beyond".[ram]