Senin, 23 Mei 2011

Bagaimana Korsel Mengakali Pasar Bebas?

Presiden SBY menggelar kuliah kepresidenan (presidential lecture), di Istana Negara, Kamis (19/5) pagi, dengan pembicara Prof Ha-Joon Chang dari Universitas Cambridge, Inggris. (foto: abror/presidensby.info)
Presiden SBY menggelar kuliah kepresidenan (presidential lecture), di Istana Negara, Kamis (19/5) pagi, dengan pembicara Prof Ha-Joon Chang dari Universitas Cambridge, Inggris. (foto: abror/presidensby.info)
Prof Ha-Joon Chang adalah salah satu pengajar di Universitas Cambridge, Inggris. Ia merupakan ekonom heterodoks terkemuka dan ekonom kelembagaan yang mengkhususkan diri dalam ekonomi pembangunan. Pria kelahiran Seoul, Korea Selatan, 7 Oktober 1963 ini datang ke Inggris sebagai mahasiswa pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Politik, Universitas Cambridge pada 1986 dan mendapatkan gelar PhD tahun 1992.

23 Things They Don’t Tell You About Capitalism adalah judul buku terlawas yang pernah ditulis Ha-Joon Chang. Sepanjang karirnya, tercatat ia telah menulis 13 judul buku. Selain itu, Ha-Joon Chang pernah menjabat sebagai konsultan untuk Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan Bank Investasi Eropa, Oxfam, serta berbagai badan PBB. Ayah dua orang anak ini juga pernah aktif di Pusat Riset Ekonomi dan Kebijakan di Washington, DC.

Dalam situs pribadinya, www.hajoonchang.net disebutkan bahwa meskipun ia berkewarganegaraan Korea Selatan, namun saat ini ia tinggal di Cambridge, Inggris dengan istrinya, Hee-Jeong Kim, dan dua anak, Yuna, dan Jin-Gyu. Prof Chang, begitu sapaan akrabnya, dikenal karena pengaruh akademis penting pada ekonom Rafael Correa yang saat ini menjabat sebagai Presiden Ekuador.

Hari Kamis (19/5) pagi, Prof Chang menjadi pembicara dalam kuliah kepresidenan atau presidential lecture yang digelar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. Tema yang diangkat adalah 'Indonesia Toward an Emerging Economy: Lessons from Korea and Beyond'. Tema ini dipilih karena sesuai dengan kondisi Indonesia yang berambisi menjadi emerging economy dalam 15-20 tahun mendatang.

Di awal paparannya, Ha-Joon Chang mengungkapkan rasa kagumnya terhadap Indonesia yang di tahun 1998 terpuruk karena krisis ekonomi, namun saat ini menjadi anggota G 20. Hal lain yang dikaguminya adalah demokrasi Indonesia yang tumbuh pesat dewasa ini.

Usai mendengarkan kuliah Prof Chang, Presiden SBY mengucapkan terima kasih dan yakin apa yang didapat dari paparan Prof Chang akan menjadi hasil positif pula bagi Indonesia. “Semoga apa yang menjadi pembahasan tadi dapat diberdayakan kepada akademisi, swasta, pelaku bidang pembangunan ekonomi nasional, hingga mencapai suatu kerangka ekonomi berkelanjutan dan berimbang,” ujar Presiden SBY.

“Itulah semangat yang kita miliki, dimiliki pula oleh perusahaan, dan ini yang dibahas ditingkat global terutama setelah resesi bebrapa tahun lalu,” jelas SBY.

INILAH.COM, Jakarta - Ekonom Universitas Cambridge Prof Ha-Joon Chang memberi kuliah kepada Presiden SBY dan jajaran menterinya mengenai bagaimana belajar dari Kore Selatan. Ekonom ini terkenal dengan tesisnya bahwa negara berkembang tak akan pernah menjadi negara industri jika mengikuti liberalisasi.

Apa persisnya yang harus dipelajari dari keberhasilan Korea Selatan menjadi negara industri? Berikut pendapat Ha-Joong Chang yang dikutip dari bukunya
Bad Samaritans: The Myth Of Free Trade and The Secret History of Capitalism.

Tahun 1961, delapan tahun setelah perang saudara dengan Korea Utara, pendapatan per kapita Korea Selatan US$82, kurang dari setengahnya dibandingkan dengan pendapatan tahunan orang Ghana di Afrika, US$179.

Betapa miskinnya orang Korea Selatan saat itu. Warganya pun tak memiliki etos kerja untuk maju. Kala itu istilah "jam karet" (ternyata istilah ini bukan dari Indonesia) dipakai untuk menggambarkan betapa warga Korea Selatan tak menghargai waktu.

Ekonomi Korea Selatan saat itu disebut sebagai sumur tampa dasar yang hanya mengandalkan ekspor ikan dan komoditas pertanian lainnya.

Samsung tak lebih dari sebuah perusahaan ekspor sayur dan buah. Bahkan hingga tahun 1970, Samsung hanya mengekspor tekstil dan gula rafinasi.

Lalu tibalah masa dimana Presiden Park Chung-Hee, -- seorang jenderal yang naik ke tampuk kekuasaan dengan kudeta tapi segera bertransformasi menjadi sipil -- menacarkan program industrialisasi. Park memulainya dengan membangun program ambisius industri berat dan kimia pada 1973.

Pabrik baja pertama dan galangan kapal moder dibangun, dan mobil desain lokal diluncurkan. Indusrtri elektronika dan mesin diluncurkan.

Begitu ketatnya Park menjalankan kebijakan industrinya, sampai-samapi dia melarang penggunaan devisa sepeser pun untuk membeli bahan makan, katankalnya cokelat. Semua devisa dipakai untuk membeli mesin-mesindan alat produksi.

Orang Korea Selatan berdasarkan kesaksian Prof Ha-Joon Chan tak bisa merasakan enaknya cokelat, kecuali diberikanoleh tentara Amerika.

Pajak impor barang mewah diberlakukan supertinggi. Barang mewah itu termasuk kue-kue kering buatan luar negeri. Tidak itu saja, Kunjungan keluar negeri juga dilarang ketat tentu saja karena dinilai buang-buang devisa.

Kini, 41 tahun sejak program ambisius itu Korea selatan telah menjadi negara industri dan negara yang paling maju dalam inovasi industrinya.

Sekarang pertanyaanya adalah apakah kunci sukses Korea selatan? Prof Ha-Joon Chan dengan tegas menjawab, "gabungan secara cerdik antara insentif pasar dan campur tangan pemerintah.

Pemerintah Korea Selatan, sambung Ha-Joon Chang, tak menaklukkan pasar sebagaimana negara komunis tapi juga tak meliki keyakinanbuta terhadap liberalisme.

Korea Selatan mengambil jalan "murtad" dari ajaran liberalisme, dan karena dia memilih jalannya snediri itu negara ini justru maju.

Meneurut Ha-Joon Chan, pasar bebas harus dikoreksi denganintervensi pemerintah dan itulah yang dilakukan juga oleh semua negara industri saat ini sebelum mereka menerima pasar bebas secara penuh.

Toyota tak akan menjadi produsen otomotif nomor satu dunia jika pemerintah Jepang, lewat bank sentralnya, tak memberi subsidi kredit.

Nah, apakah Indonesia yang oleh Presiden SBY dalam sambutan pembukaannya pada 'presidential lecture' (Kamis, 19/5), mengatakan dengan tegas tak menganut neoliberalisme bisa mengambil jalan Korea Selatan?

Guru Besar Ekonomi Universitas Cambridge Prof. Ha-Joon Chang. memberikan kuliah dengan tema “Indonesia Toward An Emerging Economy: Lessons from Korea and Beyond".[ram]

Rabu, 18 Mei 2011

Himpunan Mahasiswa Nanoteknologi Indonesia


Bagaimana Kerja Peralatan Nanoteknologi

“Today is not a good day to give up”

"Berpikirlah positif bahwa hari ini bukanlah hari untuk menyerah
Karena menurut orang yang sudah sukses, jalan menuju ke sana masih panjang tetap berjuang dan pantang menyerah"

Visi

Menjadikan Mahasiswa Indonesia berkemampuan iptek yang berdaya saing secara global melalui jejaring nanoteknologi.

Misi


* Melakukan pelatihan, seminar, kerjasama di tingkat nasional maupun internasional, dan kegiatan lain yang mendukung pengembangan nanosains dan nanoteknologi di Indonesia.

* Mengoordinasi dan mengkomunikasi penelitian lintas institusi keilmuan dalam bidang nano sehingga terjadi sinergisitas untuk memajukan IPTEK yang berdaya saing melalui jejaring nano (Nano-Network).

* Melakukan studi roadmap untuk penguasaan dan implementasi nanosains dan nanoteknologi, juga untuk isu-isu strategis dalam nanosains dan nanoteknologi, dan memberi masukan/saran kepada pemegang kepentingan terkait (Nano-Strategy).
* Kajian trend penelitian nano di dunia untuk menjaga kesinambungan informasi dalam hal IPTEK nano (Nano-Trend).

* Meningkatkan sosialisasi dan membangun kesadaran akan pentingnya penguasaan nanosains dan nanoteknologi dalam skala yang lebih besar melalui diskusi dan kurikulum sekolah (Nano-Education).





Program-program

1. Membangun jaringan penelitian nano teknologi di indonesia

2. Membangun Pusat Pendidikan Nanoteknologi Indonesia

3. 10 Tahun Kedepan tiap Provinsi mempunyai SMK Nano Teknologi Indonesia

4. 18 Tahun Mendatang Indonesia Mempunyai 800 Orang Peneliti Profesional Bidang Nano Teknologi

5. Memasyarakatkan Teknologi Nano

Dalam periode pada tahun 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanoteknologi di dunia industri dan ini menandakan bahwa sekarang ini dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi.

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi. Mereka berani mengucurkan milyaran dollar dana di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi.

Nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Indonesia memiliki peluang untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain melalui pengembangan nanoteknologi. Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global. Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan.Dengan nanoteknologi pula, kekayaan alam menjadi tak berarti karena sifat-sifat zat bisa diciptakan sesuai dengan keinginan. Karena itu, kita harus mampu memberi nilai tambah atas kekayaan alam kita.

Negara yang tidak menguasai nanoteknologi akan menjadi penonton atau paling tidak akan semakin jauh tertinggal dari negara lain. Nanoteknologi akan mempengaruhi industri baja, pelapisan dekorasi, industri polimer, industri kemasan, peralatan olah raga, tekstil, keramik, industri farmasi dan kedokteran, transportasi, industri air, elektronika dan kecantikan. Penguasaan nanoteknologi akan memungkinkan berbagai penemuan baru yang bukan sekadar memberikan nilai tambah terhadap suatu produk, bahkan menciptakan nilai bagi suatu produk.

Dr. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng, peneliti pada Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mematenkan alat pembentuk nanopartikel. Temuan ini menjadi terobosan penting dalam mencapai kemajuan di bidang industri dan lingkungan, dengan kata lain untuk mencapai kemajuan teknologi yang lebih efisien, hemat, dan ramah lingkungan

Ramah lingkungan karena dengan nanoteknologi sebuah produk dapat dibuat dengan bahan yang sedikit, tetapi berkualitas. Dr. Nurul Taufiqu Rochman mencontohkan hasil penelitian nanopartikel baja yang sedang ditekuninya bahwa nanopartikel baja diarahkan untuk membentuk materi baja yang lebih ringan dan hemat. Tetapi, kualitas baja itu tidak berkurang, bahkan partikel nano dalam baja mampu menambah kekuatannya. Penelitian nanopartikel baja ini dapat mengurangi bobot mobil mencapai 30 persen, tanpa mengurangi kekuatannya. Begitu pula, pengurangan bobot baja tanpa mengurangi kekuatannya sangat bermanfaat seperti pada pengembangan konstruksi-konstruksi bangunan yang terus berkembang saat ini. Di samping itu, bahan dasar pembuat baja yang diperlukan dapat dikurangi setengah dan eksplorasinya dapat ditekan.

Dalam buku yang berjudul Gelombang Nanoteknologi, yang ditulis oleh Dr. Kebamoto, disebutkan bahwa isu lingkungan sangat berkait erat dengan polusi. Di sini, penguasaan nanoteknologi akan memberikan jalan keluar untuk mengatasi polusi.

Menurut buku ini ada delapan keunggulan nanoteknologi untuk mengatasi polusi.
Pertama, dengan penguasaan nanoteknologi akan mengurangi penggunaan bahan bakar di bidang transportasi. Kedua, mengurangi gas buang dan limbah. Ketiga, nanofilter akan mampu menyaring debu, gas dan partikel di bawah orde satu mikron. Keempat, nanoteknologi memungkinan pembuatan barang dengan bahan yang sedikit dengan kualitas baik. Kelima, dengan nanoteknologi akan ditemukan solar sel yang bisa mengurangi sumber energi senyawa karbon. Keenam, nanoteknologi memungkinkan penemuan baterai dengan kapasitas tinggi dan bertahan lama. Ketujuh, nanoteknologi akan memungkinkan penghematan energi karena jaringan listrik tidak lagi menggunakan tembaga sebagai konduktor listrik, tapi akan menggunakan konduktor dengan tingan resistensi nol. Kedelapan, nanoteknologi memungkinkan penggunaan hidrogen sebagai sumber energi baru.

Sebuah majalah ilmiah American Society of Mechanical Engineering melaporkan bahwa beberapa ilmuwan telah berhasil menemukan lampu penerang hasil rekayasa dalam skala nano yang mampu menghemat konsumsi energi lebih dari 10 persen. Lampu penerang ini diperkirakan dapat menghemat sebesar 100 miliar dollar AS per tahun serta mampu mengurangi emisi karbon sebesar 200 juta ton per tahun.

Untuk itu, tidak berlebihan kalau kemajuan teknologi di masa depan akan ditentukan nanoteknologi, rekayasa biologi dan teknologi informasi, dimana ketiganya memiliki saling ketergantungan. Oleh karena itu dengan semakin berkembang pesatnya teknologi saat ini, maka kitapun harus segera menyesuaikan diri agar kita tidak tertinggal dan mempersiapkan diri dari segala aspek. Akhirnya, ketika kita sudah siap, maka sambutlah nanoteknologi itu dengan senyuman yang ramah dan bersegeralah kita berubah. Mari bersama membangun bangsa dengan nanoteknologi.

Referensi :

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/05/opi05.html

http://sudarjanto.multiply.com/journal/item/1743/Menuju_Era_Nanoteknologi

http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=7&id=2160

http://arghainc.wordpress.com/2008/09/24/lipi-menemukan-terobosan-dalam-bidang-nanoteknologi/

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0309/29/inspirasi/588634.htm

web nanoteknologi.

http://semangatbelajar.com/tag/keunggulan-nanoteknologi/

Sabtu, 14 Mei 2011

Pendidikan Teknologi Dasar

National Center for Technology Education


Goals

The ultimate goal of the center is to rethink the pedagodgy of technology education programs to include more engineering content and design, problem solving, and analytical skills and to implement those changes in technology teacher education programs around the United States. This will be accomplished through the teaming of engineering and technology education faculty at NCETE sites in a three pronged approach:

  • Graduate student fellowships will create educational leaders engaged in technology teacher preparation and professional development with the skills required to integrate engineering and technology education.
  • Research on how students learn technological concepts, problem solving and how technology teachers can best be prepared for teaching engineering concepts and how such programs can be evaluated will be conducted
  • Professional development for 9-12 grade teachers will be conducted and will focus on instructions techniques that support the science, technology, engineering and mathematics (STEM) initiative.

Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI PUSAT KAJIAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DASAR
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Kepala Pusat : Dr. Didi Teguh Chandra, M.S.
Sekretaris : Dr. Wahyu Surakusumah, M.Si.

Koordinator Bidang :
1. Penelitian dan Pengembangan : Drs. Wiji, M.Si.
2. Kerjasama dan Kemitraan : Dr. Wawan Setiawan, M.Kom.
3. Forum Ilmiah dan Akademik : Drs. Suhendra, M.Ed.
4. Pendidikan dan Pelatihan : Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd.

Tenaga Ahli :
1. Dr. R. Asep Kadarohman, M.Si. (Kimia)
2. Dr. Agus Setiabudi, M.Si. (Kimia)
3. Topik Hidayat, S.Pd., M.Sc., Ph.D. (Bioteknologi)
4. Dr. rer. nat. Adi Rahmat, M.Si. (Bioteknologi)
5. Prof. Dr. Nuryani Rustaman, M.Pd. (Biologi)
6. Prof. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc. (Matematika)
7. Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si. (Kimia)
8. Dr. Wawan Setiawan, M.Kom. (Image Processing)
9. Khusnul Novianingsih, M.Si. (Kimia)
10. Turmudi, M.Sc., Ph.D. (Matematika)
11. Aljupri, M.Sc. (Matematika)
12. Rini Solihat, M.Si. (Biologi)
13. Heli Siti, M.Si. (Kimia)
14. Jajang Kusnandar, MT. (Teknologi Informasi)
15. Diah Kusumawati, M.Si. (Biologi)
16. Dr. Munir, MIT. (Multimedia)
17. Arif Hidayah. M.Si. (Fisika)
18. Dr. Any Fitriani, M.Si. (Biologi)
19. Dr. Setiya utari, M.Si. (Fisika)
20. Ridwan efendi, M.Si. (Fisika)
21. Dr. Selly Feranie, M.Si. (Fisika)
22. Dr. Andi Suhandi, M.Si. (Fisika)
23. Dr. Dadi Rusdiana, M.Si. (Fisika)
24. Kardiawarman, M.Sc., Ph.D. (Fisika)